Penggalan nasehat Habib Ali Shohibul Maulid untuk para penuntut ilmu.
Pernah pada suatu saat Habib Ali Al-Habsyi
dikunjungi oleh para santri. Pada saat itu beliau mewasiatkan kepada mereka,
“pantaskah kita disebut sebagai penuntut ilmu sedangkan waktu yang berharga banyak
kita gunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, kita gunakan dengan banyak
tidur.”
Tidak sepantasnya seorang penuntut ilmu tidur
sebelum pertengahan malam. Atau seorang penuntut ilmu menghabiskan
malamnya tanpa menghafal ilmu atau
mengkaji Al-Qur’an dan Hadist. Tidak sepantasnya seorang pemuda dikatakan
penuntut ilmu, sedangkan ia tidak bangun malam untuk shalat Tahajjud.
Pantaskah kita melewatkan umur kita tanpa
membaca satu pun buku bermanfaat sampai selesai? Pantaskah kita menelaah Al
Qur’an dan Hadist Nabi atau kitab karya para salaf sholeh dengan hati yang
lalai?
Dahulu guruku Syekh Ahmad Zaini Dahlan
rahimahullah di Mekkah, memiliki catatan yang beliau tulis sendiri sebanyak 40
kurros (satu kurros sama dengan 100 lembar kertas) dan beliau mendiktekan
ilmunya kepada para santrinya sebanyak 80 kurros.
Para ulama menceritakan bahwa Ibnul Haaj
mengarang sebuah kitab yang berisi Nadzoman (bait bait syi’ir) tentang ilmu
Manthiq, padahal usianya baru 6 tahun. Kira-kira pada usia berapa beliau belajar?
Dan kapan beliau menadzomkannya?
Para salaf kita dahulu bersungguh-sungguh
dalam menuntut ilmu, padahal mereka bukan orang yang berharta, hidup mereka
pas-pasan, bahkan ada di antara mereka yang hidupnya sangat sederhana, namun
mereka bersemangat dalam meraih ilmu dan mengamalkannya.
Adapun kita, di rumah kita tersedia kurma dan
berbagai macam makanan lainnya, tapi kita malas untuk menuntut ilmu, bahkan
tidak tergerak sama sekali untuk menuntut ilmu. Membiarkan diri dalam kebodohan
adalah dosa yang sangat besar. Apalagi menelantarkan anak dan istri dalam
keadaan bodoh, sehingga banyak sekali pemuda dari generasi kita tidak mengenal
siapa tuhannya? Siapa nabinya? Bagaimana cara menutup aurat? Bagaimana memilih
teman? Dan lain-lain. Hal ini adalah musibah di atas musibah lainnya.
Dahulu Habib Alwi bin Sahl rahimahullah,
terpaksa menulis satu lembar dari kitab Al-Irsyad di lengan bajunya karena
tidak memiliki kertas.
Imam Syafi’I rahimahullah selama 16 tahun
tidak pernah meletakkan punggungnya di atas hamparan untuk tidur atau
istirahat, kecuali saat beliau akan wafat, dalam kondisi seperti itupun beliau
terlentang di atas hamparan pelepah kurma yang tipis dan kasar.
Imam Ibnu Uyainah rahimahullah bercerita,
“ketika seorang hakim yang bernama Abdul Wahhab bin Ali Al-Maliki akan
meninggalkan kota Baghdad, beliau di antarkan oleh lebih dari 400 orang alim
yang terdiri dari ahli tafsir, ahli hadist, ahli sejarah, ahli fiqih, dan ahli
bahasa. Sewaktu hendak mengucapkan salam perpisahan beliau menangis dan para
ulama yang mengantarkannya pun menangis. Beliau berkata pada mereka, “demi
Allah, sesungguhnya aku akan meninggalkan kalian bukan karena benci, tetapi
andaikan aku bisa mendapatkan 2 mud makanan setiap harinya, niscaya aku tidak
akan meninggalkan kalian.”
Tak seorangpun dari mereka berkata “sebaiknya
begini atau begitu”, sebab mereka semua juga miskin seperti beliau.
Imam Ibnu Hajar selama di Mesir tidak pernah
makan daging, padahal waktu itu harga daging sangatlah murah.
Wahai anak-anakku! Jika kalian mau berusaha
dengan sungguh-sungguh, maka kesempatan masih terbuka lebar. Bersemangatlah
dalam meraihnya! Dan mohonlah kepada Allah agar diberikan taufiq-Nya untuk
dapat meniru langkah-langkah mereka. Aku doakan agar kalian diberi umur yang
barokah oleh Allah, dan mendapat fath
yang sempurna. Setiap orang yang mengajarkan ilmu sesuai dengan ilmu yang
dimilikinya, kelak di hari kiamat ia pasti akan mendapat syafaat dari
Rasulullah Sallahu Alaihi Wasallam.
Post a Comment for "Penggalan nasehat Habib Ali Shohibul Maulid untuk para penuntut ilmu."
Post a Comment