Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pembagian air dalam ilmu Fikih


Macam-macam air dalam ilmu fikih beserta rinciannya


Bagi yang pernah belajar ilmu fiqih, tentu sudah tahu bahwa bab Thoharoh adalah bab yang agak rumit, apalagi kalau pembahasannya merambah perkara khilafiah,duh, pasti akan merasa pusing tujuh keliling.

Dalam bab thoharoh biasanya ada beberapa pembahasan, seperti pembagian air, cara menghilangkan najis, tata cara mandi besar, tata cara wudhu, dan lain-lain.

Dan pembahasan mengenai pembagian air adalah di antara yang paling rumit. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya kawan-kawan yang masih tidak memahami pembahasan tersebut, padahal sudah belajar fiqih bertahun-tahun.

Nah, kali ini saya ingin menuliskan mengenai pembagian air dalam ilmu fiqih. Di sini akan dituliskan tentang air yang sah untuk bersuci dan yang tidak sah, apa itu air mutlak, air musta’mal dan air mutanajjis.

Dalam ilmu fiqih, bersuci ( seperti istinja, mandi, wudhu,dll) akan sah apabila dilaksanakan dengan memakai material tertentu, yaitu : air, debu, dan batu ( atau yang memenuhi syarat alat istinja). Namun tidak semua air bisa digunakan untuk bersuci, ada jenis air tertentu yang sah digunakan untuk bersuci dan ada yang tidak. Oleh karena itu, mari kita kenali pembagian-pembagian air dalam Syari’at.

Pembagian air ditinjau dari tempat asalnya
Ada tujuh macam air yang sah untuk dipakai bersuci kalau ditinjau dari tempat asalnya, tiga dari langit, dan empat dari bumi.
1.    Air hujan

Di antara air yang suci dan sah untuk dijadikan alat bersuci adalah air hujan. Kita bisa menggunakannya untuk berwudhu, mandi besar, membersihkan najis, mencuci pakaian, dan sebagainya. Jadi tidak usah ragu untuk memanfaatkan air hujan untuk keperluan bersuci atau yang lainnya, karena sudah dapat dipastikan kesuciannya, asal jangan air hujan yang sudah bercampur dengan benda najis atau sesuatu yang dapat mengubah sebutannya ( akan ada pembahasannya setelah ini).

2.    Air salju
Bagi kita yang tinggal di Negara tropis maka tentu tidak akan menemukan air salju, tetapi bagia kalian yang tingal di Negara subtropis mungkin bisa mencoba untuk bersuci dengan air salju. Tenang saja, air salju dianggap suci dalam pandangan syari’at kok.

3.    Air embun
Air yang sah untuk bersuci selanjutnya adalah air embun. Jadi kalau mau nyoba berwudhu dengan embun bisa kok, dan sah.

4.    Air laut
Bagi kalian yang tinggal di pesisir, maka tak perlu ragu memanfaatkan air laut untuk keperluan bersuci ya.

5.    Air sumur
6.    Air sungai
7.    Mata air
Misalkan kalian lagi berada ditengah hutan, kalian memerlukan air untuk minum atau berwudhu, lalu menemukan air memancar dari tanah, maka air itu sah digunakan untuk keperluan minum atau bersuci.

Pembagian air ditinjau dari hukumnya

Air dalam ilmu fiqih juga terbagi menjadi beberapa bagian kalau ditinjau dari hukumnya. Yaitu : air yang suci dan dapat digunakan bersuci, air yang suci tapi tidak dapat digunakan bersuci, dan air mutanajjis.

1.    Air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci
Macam air yang pertama ini juga biasa disebut dengan air mutlak, karena ia memang benar-benar murni air tanpa ada komponen yang dicampur atau ditambahkan, seperti air laut, air sungai, air embun, air salju, air hujan, air sumur. Berbeda kalau air tersebut sudah dicampur dengan kompoen lain dan mengalami perubahan yang disebabkan perubahan tersebut, bahkan perubahan tersebut dapat mengubah sebutannya, maka air yang seperti itu sudah tidak sah untuk bersuci. Contoh sederhananya seperti : misalnya kamu mengambil air di sungai, maka air itu sah untuk bersuci karena ia benar-benar murni, tapi setelah itu air tersebut kamu rebus lalu diberi tambahan bubuk kopi. Nah, yang asalnyai air murni setelah dicampur kopi tentu berubah, kan? Baik warnanya, rasanya, aromanya, atau namanya. Orang-orang tidak lagi menyebutnya air murni atau air sungai, tetapi orang akan menyebutnya air kopi. Begitu juga air yang dicampur teh, susu, dan sebagainya. Itulah yang disebut perubahan yang dapat mengubah nama secara tetap ( qaidun lazim ).

2.    Air yang suci tapi tidak dapat mensucikan
Bagian yang kedua ini adalah seperti contoh di atas, air murni yang dicampur dengan komponen lain, seperti kopi, susu, teh, dan semacamnya. Semua air yang disebutkan itu hukumnya suci, dan kita masih bisa mengonsumsinya, tetapi ia tidak bisa mensucikan. Jadi, jangan coba-coba untuk berwudhu dengan air kopi,ya. Dan termasuk pada bagian ini adalah air musta’mal. Apa itu air musta’mal? Air musta’mal adalah air suci atau air murni bekas dipakai untuk bersuci yang wajib. Jadi, air yang sama tidak bisa digunakan dua kali. Beda halnya kalau air itu bekas dipakai untuk bersuci yang sunnat,  seperti wudhu kedua, padahal wudhu pertama belum batal, maka airnya boleh dipakai bersuci kembali.

3.    Air mutanajjis
Air mutanajjis adalah air yang terkena atau dicampuri benda najis. Jadi, apabila air murni di jatuhi misalnya kotoran burung, lalu air itu berubah, baik warna, bau, atau rasa, maka air itu dihukumi mutanajjis. Air mutanajjis tidak boleh dipakai bersuci, tidak boleh juga untuk dikonsumsi.
Catatan :
Air yang kena najis dapat dihukumi mutanajjis dengan beberapa syarat :
-       Apabila air tersebut kurang dua kullah, lalu terkena benda najis, maka air itu dihukumi mutanajjis secara mutlak (tanpa perlu pertimbangan lagi).
-       Apabila air tersebut lebih dari dua kullah, lalu terkena benda najis, maka ada pertimbangan untuk menghukuminya masih suci atau mutanajjis. Pertimbangan di sini meliputi aspek warna air, aroma dan rasa. Jadi, ketika ada air yang lebih dua kullah dijatuhi najis, maka harus dicek dahulu, apakah ada perubahan pada warna,rasa, atau aroma. Apabila terdapat satu saja dari tiga perubahan, maka air itu dihukumi mutanajjis dan tidak bisa dipakai lagi, sekalipun air itu banyak. Tapi kalau tidak ditemukan perubahan, apakah pada warna, rasa, atau aroma, maka air itu masih suci dan sah untuk bersuci.
Adapun yang dimakksud air dua kullah adalah air yang mencapai takaran 217 liter (kurang lebih).

Nah, bagaimana? Apakah kebingungan kamu selama ini sudah terjawab? Kalau sudah, Alhamdulillah. Kalau belum, yang sabaar, belajar lagi.

Wallahu a’lam.



Post a Comment for "Pembagian air dalam ilmu Fikih"